Astronom Amerika Serikat menemukan planet kesepuluh di ujung tata surya. Dunia astronomi terbelah.
SUDAH lebih dari 24 kali purnama, Michael E. Brown menyimpan rahasia. Selama dua tahun, pemburu planet itu tutup mulut. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke komputernya. Pengirimnya adalah seorang hacker yang membobol situs yang memuat database penting temuannya. Isinya ultimatum pendek: umumkan temuan itu atau sang hacker bakal berbuat onar.
Ancaman yang masuk tadi menyengat Brown. Profesor astronomi di Institut Teknologi California, Amerika Serikat, itu pun tergopoh-gopoh mengontak koleganya, David Rabinowitz dari Universitas Yale dan Chad Trujillo dari Observatorium Gemini. Dengan terburu-buru Brown berkata, "Kita harus segera mengumumkannya ke publik, sebelum mereka melakukannya lebih dulu."
Jadilah Jumat petang akhir bulan lalu, Brown dengan persiapan seadanya menggelar telekonferensi di hadapan para wartawan. "Kami menemukan planet kesepuluh dalam sistem tata surya," ujarnya dengan penuh keyakinan. Sang planet itu letaknya ada pinggiran tata surya kita. Ukurannya lebih kecil daripada bulan, tapi lebih besar daripada Pluto.
Brown dan Trujilo pertama kali memotret planet baru itu menggunakan Teleskop Samuel Oschin 1,2 m milik Observatorium Palomar, di luar Kota San Diego, California, pada 31 Oktober 2003. Sebagai pemburu planet sejati, Brown dan timnya sebenarnya tidak mau tergesa-gesa mengumumkan hasil temuan planet itu, sebelum benar-benar memahami sifat-sifatnya. Apalagi letak planet ini sangat jauh-yakni 97 kali jarak matahari dengan bumi-sehingga sulit dideteksi.
Baru pada 8 Januari lalu obyek yang sama ditemukan melintas lagi. Sejak itu, berbekal dana dari lembaga antariksa negaranya, NASA, Brown dan kawan-kawannya mencoba memastikan ukuran dan gerak orbitnya. Hingga datang sebuah ancaman dari seorang hacker tadi, agar segera mengumumkan data temuannya.
Ukuran sang planet diperkirakan satu sampai dua kali lipat dari Pluto. Ukuran itu membuat planet ini menjadi obyek terbesar yang pernah ditemukan dalam sistem tata surya sejak penemuan Neptunus pada 1846.
Untuk sementara planet baru ini diberi nama 2003 UB313, sesuai dengan aturan baku astronomi. Brown berharap, planet ini kelak akan bernama Xena, putri yang jago pedang dan pintar berkelahi dalam mitos Yunani.
Xena ditemukan mengelilingi matahari dengan kemiringan 45 derajat terhadap bidang orbit planet-planet lainnya. Itulah sebabnya obyek ini seakan-akan tersembunyi. "Selama ini tidak ada yang mencarinya ke arah sana," kata Brown. Dia berada di Sabuk Kuiper. Ini adalah sabuk yang tersusun dari ribuan obyek mirip batuan asteroid. Konon, ribuan batuan itu adalah sisa dari proses pembentukan tata surya beribu-ribu tahun yang lalu. Di sabuk yang biasanya ditemukan komet inilah Planet Xena dan Pluto berada.
Temuan planet kesepuluh ini membuat geger dunia astronomi. Sebagian mendukung Brown, yang lainnya terang-terangan menolak. Penolakan para astronom itu persis sama dengan dulu ketika para ilmuwan menggugat Planet Pluto yang ditemukan Clyde Tombaugh pada 1930.
Xena digugat karena dia dianggap terlalu mini untuk disebut planet. "Dia tak pantas disebut planet," kata Alan Boss, pakar teori pembentukan planet di Carnegie Institution of Washington. Dibandingkan dengan delapan planet lainnya-Merkurius, Venus, Bumi, sampai Neptunus, Xena memang tak ada apa-apanya. Ukurannya cuma segede rembulan. "Temuan Brown memang temuan besar," kata Boss, "tapi Xena lebih tepat dikenal sebagai planet Sabuk Kuiper."
Brian Marsden dari Minor Planet Center sependapat dengan Boss. Menurut dia, benda-benda angkasa seukuran Pluto di Sabuk Kuiper teramat banyak. Bahkan saat ini para astronom sudah hampir menemukan seribu obyek di sabuk ini. Sebagian besar ukuran obyek itu separuh dari ukuran Pluto. Tahun lalu, misalnya, Brown dan timnya juga menemukan Sedna, yang berukuran sekitar tiga perempat Pluto.
Dalam pandangan Boss, bila Xena dan Pluto dianggap planet, konsekuensinya ribuan benda lain yang ada di Sabuk Kuiper juga harus disebut planet. Jadi, "Saya tidak akan menyebut Xena sebagai planet kesepuluh," kata Marsden.
Tapi Brown berkukuh pada argumennya. "Ini jelas-jelas lebih besar daripada Pluto, karena itu saya akan tetap mengatakannya sebagai planet kesepuluh," katanya.
Sohib Brown, Trujilo, juga menegaskan bahwa permukaan Xena yang kaya metana membedakan dia dengan obyek batuan umumnya di Sabuk Kuiper. "Selama ini belum ada yang mendeteksi metana pada obyek Sabuk Kuiper selain pada Pluto dan Triton (bulan Neptunus)," tutur dia.
Definisi planet saat ini memang masih banyak diperdebatkan. Para pakar astronom hingga kini tidak memiliki sebuah definisi yang pasti tentang planet. International Astronomical Union (IAU), yang bertanggung jawab untuk pemberian nama (nomenklatur) segala sesuatu yang terdapat di luar angkasa, telah berupaya merumuskan definisi itu sejak 1999. Tapi nihil. Sebuah komite kerja yang dibentuk khusus untuk memberikan rekomendasi itu malah sempat macet selama enam bulan terakhir.
Temuan Brown memaksa mereka kembali ke meja tugasnya. "Sepanjang akhir pekan ini, para anggota komite jadi rajin bertukar surat elektronik," ujar Alan Stern dari Southwest Research Institute, anggota komite. Dia menambahkan, kelak bila sudah ada kesepakatan, rekomendasi definisi itu masih harus divoting di Sidang Majelis Umum IAU untuk membuatnya resmi. Jadwal sidang terdekat baru akan diselenggarakan di Praha, Republik Chek, pada Agustus 2006.
Mirip Pluto
Michael Brown dan timnya menyebut Xena atau 2003 UB313 sangat mirip dengan Pluto. Mereka sama-sama ditemukan di Sabuk Kuiper. Permukaan keduanya juga sama-sama kaya es metana. Xena adalah planet terjauh. Jaraknya 97 AU (satuan jarak matahari-bumi). Karena jauhnya, satu tahun di Xena itu setara dengan 560 tahun di bumi. Ini karena tahun dihitung dari lamanya sebuah planet mengelilingi matahari.
0 comments:
Posting Komentar